Rabu, 16 Juli 2014

Surat Dari Gaza

Dapat dari media online (Shared via Facebook .com)
Seluruh isi surat ini telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab, yang dikirim oleh seseorang bernama Abdullah Al Ghaza yang Mengaku dari Gaza City-Jalur Gaza melalui surat elektronik (Email) dan artikel diterbitkan oleh Buletin Islami.


 Assalamualaikum Wr. Wb,
“Untuk saudaraku di Indonesia, mengapa saya harus memilih dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia. Namun jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa? Mungkin satu-satunya jawaban yang saya miliki adalah karena negri kalian berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi ini, bukan demikian saudaraku?

Di saat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang aktivis dakwah dari jama’ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku, setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama’ah haji berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum.

Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku, jika jumlah jama’ah haji asal Gaza sejak tahun 1987 sampai sekarang digabung, itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji dari negara kalian dalam satu musim haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian. Wah pasti uang kalian sangat banyak, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang memnunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Subhanallah.

Wahai saudaraku di Indonesia,

Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya dan kami yang ada di Gaza ini, tidak dilahirkan di negri kalian saja. Pasti sangat indah dan mengagumkan. Negri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui tentang negri kalian.

Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapoatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.

Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku, tidak seperti di negri kami ini. Tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil, ya di atas mobil saudaraku.!

Susu formula bayi adalah barang langka di Gaza sejak kami diblokade 2 tahun yang lalu, namun istri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga 2 tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar Asi mereka, istri kami rela minum air rendaman gandum.

Namun, mengapa di negri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya. Terkadang ditemukan mati di parit-parit, selokan, dan tempat sampah. Itu yang kami dapat dari informasi di televisi.

Dan yang membuat saya terkejut dan merinding, ternyata negri kalian adalah negri yang tertinggi kasus aborsinya untuk wilayah Asia. Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu? Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami disini.

Memang hampir setiap hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati. Namun, bukanlah di selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid saudaraku! Mati syahid karena serangan roket tentara Israel!

Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di pangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan Zionis Israel. Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan negri ini.

Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember 2009 kemarin, saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!

Wahai saudaraku di Indonesia,

Negri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, namun kenapa di negri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar. Apa karena sulit mencari rizki disana? Apa negri kalian diblokade juga?

Perlu kalian ketahui saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi, apalagi sampai mati kelaparan, walau sudah lama kami diblokade. Sungguh kalian terlalu manja! Saya adalah pegawai tata usaha di kantor pemerintahan HAMAS sudah 7 bulan ini belum menerima gaji bulanan saya. Tetapi Allah SWT yang akan mencukupkan rizki untuk kami.

Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda baru saja melangsungkan pernikahan. Ya, mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel. Mereka mengucapkan akad nikah diantara bunyi letupan bom dan peluru, saudaraku.

Dan Perdana Menteri kami, Ust Isma’il Haniya memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.

Wahai saudaraku di Indonesia,

Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau halaqah pembinaan di negri antum (anda). Seperti yang diceritakan teman saya, program pengajian kalian pasti bagus, banyak kitab mungkin yang kalian yang telah baca. Dan banyak buku-buku pasti sudah kalian baca. Kalian pun bersemangat kan? Itu karena kalian punya waktu.

Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini. Satu jam, ya satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqah. Setelah itu kami harus terjun ke lapangan jihad, sesuai dengan tugas yang diberikan kepada kami.

Kami disini sangan menanti-nantikan saat halaqah tersebut walau hanya satu jam. Tentu kalian lebih bersyukur. Kalian punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqah, seperti ta’aruf, tafahum, dan takaful disana.

Halafalan antum pasti lebih banyak daripada kami. Semua pegawai dan pejuang HAMAS disini wajib menghapal Surah Al-Anfal sebagai nyanyian perang kami, saya menghafal di sela-sela waktu istirahat perang, bagaimana dengan kalian?

Akhir Desember kemarin, saya menghadiri acar wisuda penamatan hafalan 30 Juz anakku yang pertama. Ia merupakan diantara 1000 anak yang tahun ini menghafal Al-Qur’an dan umurnya baru 10 tahun. Saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal Al-Qur’an ketimbang anak-anak kimi disini. Di Gaza tidak ada SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) seperti di tempat kalian yang menyebar seperti jamur di musim hujan. Disini anak-anak belajar diantara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun kurma. Ya, di tempat itu mereka belajar, saudaraku. Bunyi suara setoran hafalan Al-Qur’an mereka bergemuruh dianatara bunyi-bunyi senapan tentara Israel. Ayat-ayat jihad paling cepat mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung mereka rasakan.

Oh iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia. Kami menyaksikan aksi demo-demo kalian disini. Subhanallah, kami sangat terhibur. Karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini.

Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami disini, termasuk kalian yang di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian yang kami butuhkan , saudaraku. Biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti akhirat yang dicatat Allah sebagai bukti ukhwah kalian kepada kami. Doa-doa dan dana kalian telah kami rasakan manfaatnya.

Oh iya, hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telpon dan fax yang masuk. Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi. Salam untuk semua pejuang-pejuang Islam dan ulama-ulama kalian.

Saudaramu di Gaza,

Abdullah Al Ghaza

Rabu, 25 Juni 2014

Pemuda Buruk Rupa

Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Daud As. Nabi Daud As. adalah seorang nabi yang sangat menyayangi  kaum muda, karena ia beranggapan bahwa pemudalah yang mampu merubah keadaan menjadi lebih baik. Nabi Daud As. mempunyai sebuah majelis, dan disanalah Ia mengajarkan risalah dan tuntunan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Di majelis tersebut, sering datang seorang pemuda yang berwajah tak sedap dipandang mata.

Pokoknya dilihat darimana saja, wajahnya tetap saja tak menyejukkan mata. Pemuda ini seringkali duduk berjam-jam. Tak jarang ketika semua orang telah bubarpun ia masih merenung seoang diri. Tapi ada yang aneh dengan pemuda tersebut. Meski sering datang dan duduk lama, ia tak pernah mengucapkan sepatah kata pun, baik untuk bertanya maupun untuk mengemukakan pendapatnya.

Suatu hari, datang ke majelis tersebut Malaikat Izrail sang pencabut nyawa. Ia memandang pemuda itu dengan tatapan mata yang tajam. Nabi Daud As. merasakan ada yang tak beres, kemudian nabi Daud As. Bertanya kepada Malaikat Izrail tentang kedatangannya, dan Malaikat Izrail menjawab: "Aku diutus Allah untuk mencabut nyawanya minggu depan," kata Izrail sambil menunjuk seseorang, yaitu pemuda itu.

Kontan, setelah mendengar penjelasan tersebut nabi Daud As. pun jatuh iba pada sang pemuda. Kemudian dengan penuh kasih ia mendekati pemuda tersebut dan bertanya. "Hai pemuda, sudahkah kau menikah?" tanya nabi Daud As. pada sang pemuda. "Belum," jawabnya jujur.

Setelah mendengar pengakuan sang pemuda maka bertambah iba lah Nabi Daud As. pada pemuda tersebut. Ditulisnya surat untuk seorang pemuka kaum Bani Israil dengan maksud meminang salah satu putrinya untuk dinikahkan dengan pemuda tersebut. Nabi Daud As. meminta sang pemuda untuk mengantarkan suratnya, dan alhamdulillah, pinangan tersebut langsung diterima. Betapa gembiranya hati sang pemuda kala itu.

Maka pernikahan pun dilangsungkan dengan semua biaya ditanggung Nabi Daud As. Setelah berbulan madu, sang pemuda yang kini telah beristri itu datang lagi ke majelis nabi Daud As.

Ketika melihat pemuda itu di dalam majelis Nabi Daud bertanya kepada pemuda itu. "Hai pemuda, bagaimana bulan madumu selama seminggu," sapa nabi Daud As. "Aku belum pernah merasakan nikmat Allah yang sedahsyat itu," jawab sang pemuda. Nabi Daud As. teringat, bahwa hari itu telah dijanjikan malaikat Izrail untuk mencbut nyawa sang pemuda. Namun anehnya, malaikat Izrail tak nampak. nabi Daud As. pun meminta kepada sang pemuda untuk datang ke majelisnya minggu depan. Tapi kejadian serupa terulang, Izrail tak menampakkan diri bahkan sampai delapan minggu.


Pada suatu saat datanglah malaikat Izrail ke majelis nabi Daud As. Pada saat yang bersamaan pemuda itupun hadir pula. Nabi Daud As. pun langsung menegur malaikat Izrail. "Mengapa engkau tak menepati janjimu padahal beberapa minggu telah berlalu?" tanya nabi Daud As. "Wahai Daud As. Allah telah mengasihi pemuda itu karena kasih sayangmu padanya dan menyuruhnya menikah. Maka Allah memanjangkan umurnya sampai tiga puluh tahun lagi," Jelas Izrail.

Kamis, 19 Juni 2014

Kisah Kepompong



Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut.Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang dalam waktu.

Tapi, semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak disekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.


Saya memohon Kekuatan, Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan, Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran, Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati, Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih, Dan Tuhan memberikan kesedihan kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta, Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati, Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.

Saya tidak memperoleh yang saya inginkan, saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.

Kamis, 12 Juni 2014

Abu Bakar dengan Tukang Ramal



Abu Bakar mempunyai seorang hamba yang menyerahkan sebagian dari pendapatan hariannya. Pada suatu hari hambanya itu telah membawa makanan lalu dimakan sedikit oleh Abu Bakar.

Hamba: “Kamu selalu bertanya tentang sumber makanan yang aku bawa tetapi hari ini kamu tidak berbuat demikian.”
Abu Bakar: “Aku terlalu lapar sehingga aku lupa bertanya. Terangkan kepada ku dimana kamu mendapat makanan ini.”
Hamba: “Sebelum aku memeluk Islam aku menjadi tukang ramal. Orang-orang yang aku ramal nasibnya kadang-kadang tidak dapat bayar uang kepadaku. Mereka berjanji akan membayarnya apabila sudah memperoleh uang. Aku telah berjumpa dengan mereka hari ini. Merekalah yang memberikan aku makanan ini.”
Abu Bakar : “Ah! Hampir saja kau bunuh aku.”

       Kemudian dia coba mengeluarkan makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang menyarankan supaya dia mengisi perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi. Saran ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntah keluar. Kata orang yang mengamati: “Semoga Allah memberikan rahmat atas mu. Kamu telah bersusah payah karena makanan yang sedikit.”

Kepada orang itu Abu Bakar menjawab: “Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan berbuat demikian aku mungkin kehilangan nyawaku sendiri. Aku mendengar Nabi berkata : “Badan yang tumbuh subur dengan makanan haram akan merasakan api neraka.” Oleh karena itulah maka aku memaksa makanan itu keluar takut kalau-kalau ia menyuburkan badanku.”

Abu Bakar sangat teliti tentang haram halalnya makanan yang dimakannya.
Jangan mendapatkan harta melalui jalan yang haram, Jangan gunakan harta yang haram bagi diri sendiri apalagi untuk orang lain.

Kelak diyaumil akhir akan ditanya "Dari mana kamu peroleh hartamu dan kemana kau belanjakan".

Rabu, 11 Juni 2014

Batu dan Bisikan


Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak itu yang tampak melintas. Aah..., ternyata, ada sebuah batu yang menimpa Jaguar itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.

Cittt....ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, di mundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya seorang anak yang paling dekat, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu. "Kamu tentu paham, mobil baru semacam itu akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau sampai tergores." Ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf. "Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa." Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. "Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. "Itu disana ada kakakku. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.."

Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. "Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi dia terlalu berat untukku."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera, di angkatnya anak yang cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut anak itu. Memar dan tergores, sama seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.

Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatanmu." Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele. Namun, ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.


Selasa, 10 Juni 2014

Hukum sebagai Tanda Cinta


       "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari qiamat." (HR. Imam Ahmad, At-Turmidzi, Al-hakim, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi). Hadits di atas bersumber dari Abdullah bin Mughaffal. Menurut Al-Haitsami, periwayatan hadits ini shahih.

       Diriwayatkan bahwa salah seorang lelaki telah bertemu dengan seorang wanita yang disangkanya pelacur. Lelaki itu menggoda sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, sang wanita berkata, "Cukup!" Lantaran terkejut, lelaki ini menoleh ke belakang, namun terbentur tembok dan terluka.
Lelaki usil itu pergi menemui Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Komentar Rasulullah? "Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah menjadi baik." Selanjutnya beliau bersabda, sebagaimana dalam hadits di atas.

       Dalam riwayat At-Turmidzi, hadits itu disempurnakan dengan lafadz sebagai berikut, "Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah membencinya."

       Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya. Kecintaan itu justru sering berbentuk --oleh sebagian orang disebut-- adzab. Sebenarnya bukan adzab, tapi yang tepat adalah ujian. Berat ringannya ujian itu tergantung kepada kuat tidaknya iman seseorang.

       Orang yang paling disayangi dan dikasihi Allah adalah para Nabi dan Rasul. Justru mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya di dunia. Ujian mereka sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada siapapun juga. Demikian secara berurutan, para syuhada' dan kemudian shalihin. Yang jelas bahwa setelah orang menyatakan. "Kami beriman", Allah langsung menyiapkan ujian baginya.

       Allah berfirman: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan 'Kami telah beriman,' lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. al-Ankabut: 2-3)

       Selain ujian demi ujian diberikan kepada orang yang beriman, maka teguran demi teguran juga diberikan kepadanya. Teguran itu kadang halus, tapi sering-sering kasar. Bagi yang kepekaan imannya tinggi, teguran halus saja sudah cukup untuk menyadarkannya. Akan tetapi bagi mereka yang telah hilang kepekaannya, teguran yang keras sekalipun tak bisa menyadarkannya.

       Apa yang dialami oleh lelaki yang datang kepada Rasulullah sebagaimana hadits di atas merupakan teguran Allah secara langsung agar ia sadar atas kekeliruannya, dan tidak mengulang kesalahannya. Lelaki itu sangat bersyukur atas kecelakaan yang menimpa dirinya. Wajah yang benjol dan darah yang mengalir di wajahnya tidak seberapa dibandingkan dengan nilai kesadaran yang baru dirasakannya.

       Kecelakaan itu semakin tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan siksa yang bakal diterimanya di akhirat kelak. Bukankah setiap dosa akan ditimbang dan dibalas sesuai dengan bobotnya? Dengan kecelakaan itu ia bertobat. Dengan bertobat, maka terhapuslah dosanya. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, "Tiada suatupun yang menimpa seorang mukmin, baik berupa kepayahan, sakit, sedih, susah, atau perasaan murung, bahkan duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan melebur kesalahan-kesalahannya lantaran kesusahan-kesusahan tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)

       Karena itu, jika mengalami suatu musibah, jangan cepat-cepat mengeluh. Cari dulu sebab musababnya. Jangan-jangan musibah itu merupakan teguran dari Allah S.W.T atas berbagai kesalahan yang telah kita lakukan. Mungkin saja musibah itu nampak tidak ada kaitannya sama sekali, tapi cobalah untuk mengurut-urut beberapa langkah yang pernah kita lakukan sebelumnya.


       Kasih sayang Allah tidak selalu berwujud kesenangan, melimpahnya harta, tercapainya segala keinginan, dan jauh dari berbagai musibah. Justru bisa jadi sebaliknya. Orang yang mendapatkan berbagai kesenangan itulah yang tidak dicintai-Nya. Orang tersebut dibiarkan tenggelam dalam kesenangan dunia sampai tiba ajalnya. Pada saat itu semua kesenangan dicabut dan diganti dengan berbagai siksa yang mengerikan, baik ketika di kubur, di padang mahsyar, maupun di neraka.

Senin, 09 Juni 2014

Lima Belas Bukti Keimanan


Al-Hakim meriwayatkan Alqamah bin Haris r.a berkata, aku datang kepada Rasulullah s.a.w dengan tujuh orang dari kaumku. Kemudian setelah kami beri salam dan beliau tertarik sehingga beliau bertanya, "Siapakah kamu ini?"

Jawab kami, "Kami adalah orang beriman." Kemudian baginda bertanya, "Setiap perkataan ada buktinya, apakah bukti keimanan kamu?". Jawab kami, "Buktinya ada lima belas perkara. Lima perkara yang engkau perintahkan kepada kami, lima perkara yang diperintahkan oleh utusanmu kepada kami dan lima perkara yang kami terbiasakan sejak zaman jahiliyyah".

Tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang aku perintahkan kepada kamu itu?". Jawab mereka, "Kamu telah perintahkan kami untuk beriman kepada Allah, percaya kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya kepada takdir Allah yang baik mahupun yang buruk."

Selanjutnya tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang diperintahkan oleh para utusanku itu?". Jawab mereka, "Kami diperintahkan oleh para utusanmu untuk bersaksi bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, hendaknya kami mendirikan solat wajib, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan berhaji bila mampu."

Tanya Nabi s.a.w selanjutnya, "Apakah lima perkara yang kamu masih terbiasakan sejak zaman jahiliyyah?" Jawab mereka, "Bersyukur di waktu senang, bersabar di waktu kesusahan, berani di waktu perang, redha pada waktu kena ujian dan tidak merasa gembira dengan sesuatu musibah yang menimpa pada musuh."

Mendengar ucapan mereka yang amat menarik ini, maka Nabi s.a.w berkata, "Sungguh kamu ini termasuk di dalam kaum yang amat pandai sekali dalam agama mahupun dalam tatacara berbicara, hampir sahaja kamu ini serupa dengan para Nabi dengan segala macam yang kamu katakan tadi." Kemudian Nabi s.a.w selanjutnya, "Mahukah kamu aku tunjukkan kepada lima perkara amalan yang akan menyempurnakan dari yang kamu punyai? Janganlah kamu mengumpulkan sesuatu yang tidak akan kamu makan. Janganlah kamu mendirikan rumah yang tidak akan kamu tempati, janganlah kamu berlomba-lomba dalam sesuatu yang bakal kamu tinggalkan,, berusahalah untuk mencari bekal ke dalam akhirat."


Bagaimana Aku Harus Memberi Tahumu?



Alkisah ada seorang nabi yang bersahabat dengan malaikat maut. Pada suatu hari Nabi Allah ini berkata kepada malaikat maut, "Wahai malaikat maut, bila tiba waktunya engkau mencabut nyawaku, maukah engkau memberitahu aku jauh-jauh hari sebelumnya ?" Pinta Sang Nabi. "Karena engkau nabi Allah, aku akan turuti permintaanmu itu!" jawab malaikat maut singkat.

Singkat cerita, setelah beberapa lama kemudian datanglah malaikat maut menjumpai sang nabi yang saat itu sedang lesehan melepaskan lelah, "Wahai nabi Allah, sekaranglah saatnya aku ditugaskan Allah untuk menjemputmu!" kata Malaikat. "Hai malaikat maut, lupakah engkau akan kesepakatan kita? lupakah engkau akan janjimu? Bukankah engkau telah berjanji akan memberitahu aku terlebih dahulu sebelum saat ini tiba, mengapa engkau ingkar janji?" tanya Nabi dengan penuh keheranan. "Sebenarnya aku tidak pernah ingkar janji, aku juga tidak lupa akan kesepakatan kita, hanya engkau saja yang tidak menyadari." Jawab Malaikat. "Maksudmu engkau telah memberitahu aku sebelumnya ?" Tanya Nabi. "Benar wahai Nabi Allah, bahkan aku berkali-kali memberitahu dan memperingatkanmu." Jawab Malaikat. "Kapan itu kau lakukan ?" tanya Nabi penuh keheranan.


Malaikat kemudian menjelaskan semuanya seraya bertanya kepada Sang Nabi. "Wahai Nabi Allah, bukankah sebulan yang lalu kau ikut memikul jenazah si Fulan? tidak sadarkah engkau bahwa saat itu akulah yang datang? bukankah seminggu yang lalu kau ikut memandikan mayat si Polan? tidak tahukah engkau bahwa saat itu akulah yang mengunjungi? bukankah kemarin engkau ikut menshalatkan jenazah si Anu? lupakah engkau bahwa saat itu akulah yang bertamu ? bukankah tadi pagi engkau ikut menguburkan si Polin? masih belum tahu dan belum sadarkah engkau bahwa saat itu akulah yang menjemputnya? Kalau semua itu belum cukup lalu dengan cara bagaimana lagi aku harus memberitahumu?" jawab Malaikat tidak kalah herannya.

Kamis, 05 Juni 2014

Anak Kecil yang Takut Api Neraka

Dalam sebuah riwayat menyatakan bahawa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, sedang dia berjalan-jalan dia terpandang seorang anak kecil sedang mengambil wudhu' sambil menangis. Orang tua itu melihat anak kecil tadi menangis, dia pun berkata, "Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?"

Maka berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik saya telah membaca ayat al-Qur'an sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum" yang bermaksud, " Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu." Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka."

Berkata orang tua itu, "Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalm api neraka."

Berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik, pakcik adalah orang yang berakal, tidakkah pakcik lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali yang mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa."


Berkata orang tua itu, sambil menangis, "Sesungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti?"

Belajar Dari Burung dan Cacing


      Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing.

       Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu Cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus puasa. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus berpuasa.

       Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya ?kantor? yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan rizki yang dijanjikan Allah. Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya.

       Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga.

       Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi kita lihat , dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rizki . Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu.

       Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih. Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing ? Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi?  padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.


Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari burung dan cacing.

Sabtu, 31 Mei 2014

Cinta Seorang Ibu Terhadap Anak-anaknya


       Dia seorang wanita yang sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong dan bualan orang sekitarnya. Maklum-lah ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa binti Amru demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab.

       Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr: “Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada si Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang di ufuk barat. Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, nescaya aku bunuh diriku.” Setelah Khansa masuk Islam, keberanian  dan kepandaiannya bersyair telah digunakannya untuk menye-marakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya telah diajar ilmu bersyair dan dididik berjuang dengan berani. Kemudian kesemua puteranya itu telah diserahkannya untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan cabaran.

       Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua umat Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuang tentera Islam.

       Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan mara ke medan perang:
“Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan suka rela pula. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah memburuk-burukkan saudara maramu, aku tidak pernah merendahkan keturunan kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubun-gan kamu. Kamu telah tahu tentang pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahawasanya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa.”

       Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imaran yang bermaksud: “Wahai orang yang beri-man! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga kamu menjadi orang yang beruntung.” Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bonda yang disayanginya.
Seterusnya Khansa berkata: “Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah, dalam keadaan selamat, maka ke-luarlah untuk berperang dengan musuh-musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah per-tolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperan-gan yang sedang bergejolak masuklah kamu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi perlagaan pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapatkan balasan di kampung yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal.”

       Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar sholat masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah iaitu solat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap sedia sebaik saja semboyan perang berbunyi. Perang satu lawan satupun bermula sampai dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah.

       Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bondanya, mereka tidak sedikitpun berasa takut. Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang di antara mereka bersyair:
“Hai saudara-saudaraku!
Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat
Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bernas dan berfaedah.
Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi.”
Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Seterusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh yang mencabar. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair:
“Demi Allah!
Kami tidak akan melanggar nasihat ibu tua kami
Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati
Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur musuh bersama-sama
Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah.

Anak Khansa yang ketiga pula segera melompat dengan beraninya sambil bersyair:
“Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas dan tidak goncang.
Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang
Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri
Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri
Dapatkan kemenangan yang bakal membawa kegembiraan di dalam hati.
Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi.”
Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair:
“Bukanlah aku putera Khansa’, bukanlah aku anak jantan
Dan bukan pula kerana Amru yang pujiannya sudah lama terkenal,
Kalau aku tidak membuat tentera asing yang berkelompok-kelompok itu terjunam ke jurang bahaya, dan mus-nah mangsa oleh senjataku.”

       Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat ibondanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada mulanya kebingungan dan kacau bilau kerana pihak Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan hadapan, semen-tara tentera pejalan kaki berlindung di belakang binatang tahan lasak itu. Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi lainnya. Mereka jadi mangsa gajah sendiri. Kesempatan ini dipergunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka.

       Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya merekapun lari lintang pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Farsi kalah teruk, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil sahaja yang dapat menyelamatkan diri.Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui sya-hid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan daripada 7,000 orang syhuhada itu terbujur empat orang adik beradik anak Khansa.

       Seketika itu juga ramailah tentera Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahawa keempat empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan:
“Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka, dan aku mengharapkan dari Tu-hanku, agar Dia mengumpulkan aku dengar mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!”


       Al-Khansa kembali semula ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan ma-yat putera-puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperangan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehormatan ‘Ummu syuhada yang ertinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid. 

Kiat Menjemput Maut

Alkisah menurut shirah, pernah Nabi Ibrahim as berdialog dengan Malaikat Maut soal sakratulmaut. Sahabat Allah itu bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?”
Malaikat menjawab pendek: “Engkau tak akan sanggup.”
“Aku pasti sanggup,” tegas beliau.
“Baiklah, berpalinglah dariku,” pinta si Malaikat.

Saat Nabi Ibrahim as berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim as jatuh pingsan! Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya.”

Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, menceritakan Nabi Ibrahim as meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman. Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Ibrahim as, Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum.
“Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya,” kata Nabi Ibrahim as.

Dari nukilan kisah itu, apakah bisik-bisik misteri tentang penampakan Malaikat Maut menjelang ajal seseorang benar adanya”Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar kisah dari mulut ke mulut, misalnya tentang seseorang yang tiba-tiba melihat “sesuatu” ketika salah seorang kerabatnya tengah menghadapi maut. Apakah itu berupa bayangan hitam, putih, atau pun hanya gumaman dialog mirip kata-kata yang dilontarkan oleh orang yang mengigau.

Namun yang pasti selain Nabi Ibrahim as, dari beberapa riwayat, Nabi Daud dan Nabi Isa as juga pernah dihadapkan pada fenomena penampakan Malaikat Maut itu. Kisah sakratulmaut itu belum seberapa bila dibandingkan dengan sakratulmaut itu sendiri. 

Sakratul maut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa manusia dan menjalar ke seluruh bagian tubuh, sehingga tak satu pun bagian yang terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna manusia ini memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang.

Untuk menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah S.A.W berkata: “Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian Kain sutera yang terkoyak?”
Tapi di bagian lain Rasulullah -- seperti yang dikisahkan oleh Al-Hasan pernah menyinggung soal kematian, cekikan, dan rasa pedih. “Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang,” sabda beliau.

Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim as akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim: “Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?” Beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik.”
“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu,” firman-Nya. Tentang sakratulmaut, Nabi S.A.W bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata 'Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak'.”

Ustadz Aam Amirullah, da'i Radio OZ Bandung, menuturkan bahwa Rasulullah S.A.W sendiri menjelang akhir hayatnya berucap “Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakratulmaut” berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan masuk surga. “Lalu, mari kita bandingkan tingkat keimanan dan keshalehan beliau dengan kita, yang hanya manusia biasa ini,” lanjut Aam. Maka sekitar 200-an hadirin yang memadati Aula Kantor Pusat PT Pos Indonesia, Bandung, mendadak tercekam hening.

Untung banyolan KH Abdullah Gymnastiar -- yang menyapa hadirin dengan sebutan 'Calon Jenazah' -- segera memecah keheningan. Kematian, menurut Aa' Agim, mestinya tak perlu menjadi sesuatu yang perlu ditakuti, tapi sebaliknya harus senantiasa dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya menurut dia, berarti ingin cepat-cepat pula ditemui.
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya,” sabda Rasulullah S.A.W .

Maka, terhadap manusia yang tak pernah tergugah dengan kematian manusia lain, Aa' Agim secara guyon menyebutnya sebagai golongan “mandom” alias manusia domba. “Seperti domba di Idul Kurban. Terus makan rumput sambil menatap kawan-kawannya disembelih, padahal dia bakal dapat giliran juga,”tambah pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid ini.
Agim menganalogikan orang dalam golongan ini sebagai orang bodoh, yang meski telah diberi modal hidup tapi terhambur dengan sia-sia. “Semakin banyak kesia-siaan yang kita lakukan, maka semakin tinggi pula tingkat kebodohan kita. Sebaliknya, orang yang paling cerdas adalah orang yang paling sering mengingat ajal dan paling banyak mempersiapkan diri menghadapi maut,” katanya.

Khusnulkhotimah, menurut Agim, adalah suatu karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada manusia. Kyai yang kocak ini bilang, tak ada ceritanya muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Khusnulkhotimah itu seperti hadiah buat manusia, atas upaya manusia yang sungguh-sungguh menjalankan tugas hidup di dunia ini. “Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian, lalu lulus dengan predikat summa cum laude.”

Jadi jangan pernah berpikir bagaimana supaya kita bisa mendapatkan khusnulkhotimah terlebih dulu. “Kata-kata mati, harusnya mampu kita hadirkan dalam hati kita setiap hari,” paparnya.
Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa dengan banyak-banyak mengingat maut menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat, dan selektif, adalah benar adanya, menurut Agim. “Ini karena setiap pekerjaan yang dilakukannya dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Karena maut itu bisa datang kapan saja.” Sebaliknya, kalau Allah belum memberi izin, maut tak akan datang. Agim memberi anekdot seperti orang yang bekeinginan bunuh diri di rel kereta api. Sesaat kereta melintas, ternyata badannya masih utuh. Karena ternyata ia berada di lintasan dengan tiga jalur rel.


Dengan selalu meningat maut, intinya kematian menjadi semacam bahan baker agar manusia mampu hidup produktif dan bermanfaat. Menurut Aam Amirullah, ada empat “selalu” agar manusia memiliki manfaat hidup. Pertama, selalu bermunajat kepada Allah SWT; kedua, selalu mengevaluasi dan mengintospeksi diri sendiri; ketiga, selalu bertafakur, mengasah diri dan ilmu; dan keempat, selalu memenuhi hak hidup, seperti makan, minum, tidur dengan teratur. “Jadi sebelum kita mendekati sakratulmaut, Rasulullah sudah memberi solusi kepada manusia. Jika ajal telah tiba, tak perlu kita takut menghadapinya,” tambah Aam.