Dapat dari media
online (Shared via Facebook .com)
Seluruh
isi surat ini telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab, yang
dikirim oleh seseorang bernama Abdullah Al Ghaza yang Mengaku dari Gaza
City-Jalur Gaza melalui surat elektronik (Email) dan artikel diterbitkan oleh
Buletin Islami.
Assalamualaikum Wr. Wb,
“Untuk saudaraku di Indonesia, mengapa saya
harus memilih dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia. Namun jika
kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa? Mungkin satu-satunya jawaban yang saya
miliki adalah karena negri kalian berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi
ini, bukan demikian saudaraku?
Di saat saya menunaikan ibadah haji beberapa
tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan
salah seorang aktivis dakwah dari jama’ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku,
setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama’ah haji berasal dari
Indonesia datang ke Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat
fantastis dan membuat saya berdecak kagum.
Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku,
jika jumlah jama’ah haji asal Gaza sejak tahun 1987 sampai sekarang digabung,
itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji dari negara kalian dalam satu musim
haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian.
Wah pasti uang kalian sangat banyak, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari
rombongan tersebut yang memnunaikan ibadah haji yang kedua kalinya,
Subhanallah.
Wahai saudaraku di Indonesia,
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya
dan kami yang ada di Gaza ini, tidak dilahirkan di negri kalian saja. Pasti
sangat indah dan mengagumkan. Negri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya
itu yang saya ketahui tentang negri kalian.
Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui
bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapoatkan di
toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah
sakit yang mereka inginkan.
Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku,
tidak seperti di negri kami ini. Tidak jarang tentara Israel menahan mobil
ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang
lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan
di atas mobil, ya di atas mobil saudaraku.!
Susu formula bayi adalah barang langka di
Gaza sejak kami diblokade 2 tahun yang lalu, namun istri kami tetap menyusui
bayi-bayinya dan menyapihnya hingga 2 tahun lamanya, walau terkadang untuk
memperlancar Asi mereka, istri kami rela minum air rendaman gandum.
Namun, mengapa di negri kalian, katanya tidak
sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya. Terkadang
ditemukan mati di parit-parit, selokan, dan tempat sampah. Itu yang kami dapat
dari informasi di televisi.
Dan yang membuat saya terkejut dan merinding,
ternyata negri kalian adalah negri yang tertinggi kasus aborsinya untuk wilayah
Asia. Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negri kalian
tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan
hal hina seperti itu? Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi
kami disini.
Memang hampir setiap hari di Gaza sejak
penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati. Namun, bukanlah di
selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid
saudaraku! Mati syahid karena serangan roket tentara Israel!
Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di
pangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh
serangan Zionis Israel. Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset
perjuangan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang akan
menyambung perjuangan kami memerdekakan negri ini.
Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel
tanggal 27 Desember 2009 kemarin, saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400
orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula
sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan
Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar,
Allahu Akbar!
Wahai saudaraku di Indonesia,
Negri kalian subur dan makmur, tanaman apa
saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, namun kenapa di negri kalian
masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar. Apa karena sulit
mencari rizki disana? Apa negri kalian diblokade juga?
Perlu kalian ketahui saudaraku, tidak ada
satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi, apalagi sampai mati
kelaparan, walau sudah lama kami diblokade. Sungguh kalian terlalu manja! Saya
adalah pegawai tata usaha di kantor pemerintahan HAMAS sudah 7 bulan ini belum
menerima gaji bulanan saya. Tetapi Allah SWT yang akan mencukupkan rizki untuk
kami.
Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada
sekitar 300 pasang pemuda baru saja melangsungkan pernikahan. Ya, mereka
menikah di sela-sela serangan agresi Israel. Mereka mengucapkan akad nikah
diantara bunyi letupan bom dan peluru, saudaraku.
Dan Perdana Menteri kami, Ust Isma’il Haniya
memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.
Wahai saudaraku di Indonesia,
Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa
merasakan pengajian atau halaqah pembinaan di negri antum (anda). Seperti yang
diceritakan teman saya, program pengajian kalian pasti bagus, banyak kitab
mungkin yang kalian yang telah baca. Dan banyak buku-buku pasti sudah kalian
baca. Kalian pun bersemangat kan? Itu karena kalian punya waktu.
Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini.
Satu jam, ya satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk
halaqah. Setelah itu kami harus terjun ke lapangan jihad, sesuai dengan tugas
yang diberikan kepada kami.
Kami disini sangan menanti-nantikan saat
halaqah tersebut walau hanya satu jam. Tentu kalian lebih bersyukur. Kalian
punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqah, seperti ta’aruf, tafahum, dan
takaful disana.
Halafalan antum pasti lebih banyak daripada
kami. Semua pegawai dan pejuang HAMAS disini wajib menghapal Surah Al-Anfal
sebagai nyanyian perang kami, saya menghafal di sela-sela waktu istirahat
perang, bagaimana dengan kalian?
Akhir Desember kemarin, saya menghadiri acar
wisuda penamatan hafalan 30 Juz anakku yang pertama. Ia merupakan diantara 1000
anak yang tahun ini menghafal Al-Qur’an dan umurnya baru 10 tahun. Saya yakin
anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal Al-Qur’an ketimbang anak-anak kimi
disini. Di Gaza tidak ada SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) seperti di tempat
kalian yang menyebar seperti jamur di musim hujan. Disini anak-anak belajar
diantara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah
diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun kurma. Ya, di tempat itu mereka
belajar, saudaraku. Bunyi suara setoran hafalan Al-Qur’an mereka bergemuruh
dianatara bunyi-bunyi senapan tentara Israel. Ayat-ayat jihad paling cepat
mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung mereka rasakan.
Oh iya, kami harus berterima kasih kepada
kalian semua, melihat solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat
dunia. Kami menyaksikan aksi demo-demo kalian disini. Subhanallah, kami sangat
terhibur. Karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini.
Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi
kami disini, termasuk kalian yang di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian
yang kami butuhkan , saudaraku. Biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti
akhirat yang dicatat Allah sebagai bukti ukhwah kalian kepada kami. Doa-doa dan
dana kalian telah kami rasakan manfaatnya.
Oh iya, hari semakin larut, sebentar lagi
adalah giliran saya menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telpon dan
fax yang masuk. Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain
lagi. Salam untuk semua pejuang-pejuang Islam dan ulama-ulama kalian.
Saudaramu di Gaza,
Abdullah Al Ghaza